Jakarta, 24 Oktober 2001(THE ACHEH TIMES)
Muhammad Nazar : "Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum menunjukkan suatu keikhlasan dan kemauan yang baik dalam penyelesaian konflik Acheh secara damai. Kecuali itu retorika-retorika politik pemerintah, khususnya terhadap masyarakat Internasional, menampakkan seolah-olah pemerintah ingin berunding dengan Gerakan Acheh Merdeka (GAM) dan rakyat Acheh. Sedangkan di sisi lain pemerintah secara serius masih melakukan hal-hal yang kontraproduktif dengan perundingan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah sangat sering tidak sesuai dengan yang diucapkan, seperti penerapan OKPH."
'Pilihan referendum penentuan nasib sendiri tetap merupakan kompromi politik rakyat Acheh dalam proses perdamaian dengan Indonesia. Referendum bukanlah sesuatu yang harus dihancurkan secara brutal.' |
Lebih serius lagi, berlanjutnya penghancuran rakyat sipil juga terjadi. Apa yang saya sebutkan ini merupakan satu bentuk terorisme serius yang bisa menghancurkan proses perdamaian dan penyelesaian konflik Acheh secara komprehensif. Situasi pengacauan dan penghancuran ini dapat dilihat dengan mudah dari :
1. Kebijakan dan tindakan pemerintah yang terus menerus melakukan operasi-operasi militer dengan kamuflase penegakan keamanan dan hukum seperti OKPH. Dulu pemerintah Jakarta mengatakan bahwa OKPH akan menargetkan secara selektif. Tetapi kenyataan di lapangan membuktikan bahwa rakyat sipil nampak sengaja dan lebih banyak ditargetkan. Strategi militer yang berbaju hukum ini sebenarnya sedang menciptakan suatu ketakutan dan penghancuran aspirasi social politik Acheh
2. Penangkapan dan penahanan para aktivis sipil dan pembiaran proses keadilan terhadap mereka seperti dalam kasus saya sendiri selaku pimpinan SIRA, kasus Ketua Konsulat SIRA Jakarta Raya dan lain-lain. Pemerintah nampak juga menginginkan agar sipil tidak turut menyelesaikan kasus Acheh secara damai
3. Penangkapan, penahanan hingga penembakan para perunding GAM hingga tokoh-tokoh Acheh lainnya. Padahal para perunding GAM sudah diakui dan dijamin sebagai perunding yang bisa duduk satu meja dengan wakil-wakil pemerintah untuk penyelesaian kasus Acheh. Ini jelas suatu kondisi yang sangat kontraproduktif dan bisa menciptakan suatu kekacauan yang signifikant dalam penyelesaian konflik Acheh
4. Turut mengeksploitasi isu-isu serta kejadian-kejadian global seperti kasus AS-Afghanistan. Mengalihnya perhatian publik Internasional, termasuk perhatian publik Indonesia ke kasus AS-Afghanistan nampak secara jelas memberi kebebasan terjadinya kekerasan yang lebih serius lagi terhadap Acheh baik yang dilakukan dengan pola operasi militer maupun intelligent. Sebab media massa hingga ke tingkat lokal masih mengutamakan pemberitaan kasus baru AS-Afghanistan
Dengan demikian SIRA mengingatkan seluruh rakyat Acheh dan elemen-elemen pendukung perdamaian, demokrasi, HAM dan keadilan dimanapun agar memberikan perhatian yang serius dalam menghentikan terorisme dan penindasan Indonesia dalam bentuk apapun di Acheh. Suatu kontinuitas terorisme dan penindasan terhadap rakyat Acheh bukan hanya lebih parah dari terorisme Internasional, tetapi dengan mudah bisa menghancurkan proses perdamaian dan aspirasi demokratis rakyat. Padahal rakyat Acheh perlu dibantu untuk bisa menentukan nasib mereka sendiri secara bebas. Pilihan referendum penentuan nasib sendiri tetap merupakan kompromi politik rakyat Acheh dalam proses perdamaian dengan Indonesia. Referendum bukanlah sesuatu yang harus dihancurkan secara brutal. Karena referendum bukanlah sesuatu yang haram dan perang. Karenanya juga SIRA mendesak dan meminta Internasional untuk dapat membantu mewujudkan proses perdamaian dan kebebasan Acheh secara komprehensif, termasuk menjadi mediator.
Disamping itu SIRA juga mendesak pihak pemerintah Indonesia dan GAM agar bisa melakukan gencatan senjata dan menjamin adanya kebebasan berbicara (freedom of speech) kepada pendukung kemerdekaan maupun integrasi. Ini merupakan langkah yang paling baik ketimbang pemerintah RI menggelar operasi-operasi agresif represif terhadap rakyat Acheh ataupun pihak GAM membalas menyerang pihak TNI/Polri dengan senjata. Dalam hal ini pula peningkatan keterlibatan Internasional secara resmi merupakan sesuatu yang sangat serius dan urgent. Keterlibatan Henry Dunant Center (HDC) saja belum cukup mampu untuk bisa mengkomunikasikan keinginan-keinginan kedua pihak Acheh-Indonesia.
Muhammad Nazar adalah Ketua Dewan Presidium Sentral Informasi Referemdum Acheh (SIRA). Tulisan di atas dirangkum di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Jl. Cikini Raya No. 58 S-T, Jakarta Pusat.
Kantor SIRA: JL. T. Panglima Polem No. 13 P.O BOX 8119 Banda Acheh, SUMATERA; Telp/Fax : 0651 24043; E Mail: sirareferendum@hotmail.com
Sumber: www.malay.achehtimes.com, Arsip Photobucket AcehCenter