Perjuangan mengembalikan Harkat & Martabat Rakyat Aceh belum usai, episode perjuangan masih menanti kita & semakin berat tatkala titisan darah pejuang yang mengalir dalam pribadi-pribadi Aneuk Nanggroe, hanya tersia-siakan & bahkan nyaris salah kaprah kerana melebihpentingkan ambisi pribadinya dengan teramat sering mengabaikan keterlibatan para pihak yang berkenaan & masyarakat dalam proses pembangunan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Friday, July 29, 2011

Profil Muhammad Nazar

Sepanjang 1999-2000, namanya sering menghiasi halaman  media. Tak hanya media lokal dan nasional, tapi juga media luar negeri. Para wartawan saling berebutan mendapatkan wawancara darinya. Kantornya di Jalan Panglima Polem No 62 Peunayong, Banda Aceh, tak pernah sepi. Siapa saja yang datang ke kantor itu, dilayaninya. Tak peduli, apakah dia wartawan atau rakyat biasa.
Kantor itu sebenarnya hanya sebuah rumah. Ada 6 kamar dengan ruang tamu yang cukup luas. Rumah itu tersambung hingga ke belakang. Di sinilah kantor Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA). Ruang di bagian belakang dipakai sebagai markas Tabloid SUWA SIRA. Tabloid SUWA menjadi media yang mensosialisakan perjuangan Referendum Aceh.

Di beberapa bagian dindingnya, tercetak jelas tulisan Referendum, warna biru. Sementara di dinding lain, terdapat tulisan SIRA plus lambang kupiah meukutop dengan dua rencong tertusuk ke bawah.

Dia sering melayani wartawan dengan background tulisan Referendum atau SIRA. Wawancara tak hanya dengan wartawan nasional, tapi juga jurnalis internasional dari The New York Times, The Guardian, The Telegraph atau Washington Post, termasuk dengan wartawan Aljazeera. Dia cukup pasih berbicara bahasa Inggris atau bahasa Arab. Kemampuan berbahasa diperolehnya selama empat tahun kuliah di Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Ar Raniry dan Lembaga Bahasa dan Pengembangan Tenaga Pengajar IAIN Ar Raniry, khusus untuk bahasa Inggris.

Kejadian itu sudah berlalu 10 tahun yang lalu. Sepanjang itu pula, dua dua kali dia masuk penjara dan berurusan dengan polisi dan militer Indonesia. Terakhir saat Aceh terjerambab dalam staus Darurat Militer tahun 2003, dia dipindahkan ke sebuah Lembaga Pemasyaratan (LP) di Lowokwaru, Malang, Jawa Timur. Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh mengganjarnya dengan hukum 5 tahun penjara.

Pria itu, Muhammad Nazar. Dia lahir 1 Juli 1973 di Ulim, Pidie Jaya atau 38 tahun silam. Dia baru menghirup udara bebas setelah Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangai perjanjian damai (MoU) Helsinki yang mengakhiri pertikaian 30 tahun lamanya.

Alumni IAIN Ar Raniry pertama ditangkap saat peringatan Sidang Raya Rakyat Aceh untuk Kedamaian (SIRA RAKAN) 14 November 2000. Dia ditangkap atas tuduhan menyebarkan kebencian terhadap pemerintah Indonesia. Namun, dia hanya sempat menghirup pengapnya udara penjara selama 10 bulan.

Sejarah pahit itu terulang kembali pada tahun 2003 saat Aceh sedang dalam masa-masa CoHA. Ironisnya, penangkapan salah satu tokoh tahun 1999 bersama Teungku Abdullah Syafie (Panglima GAM) terjadi Rabu (12/02/2003) malam lebaran Idul Adha. Ketika orang sedang larut dalam alunan takbir. Nazar dijemput paksa malam itu oleh aparat keamanan dari Polresta Banda Aceh (sekarang Poltabes) di rumahnya di kawasan Lampulo, Kuta Alam, Banda Aceh.

Sejak saat itu, Ayah dari Muhammad Assad ini tak pernah lagi menghirup udara bebas. Ketika Pemrintah Indonesia di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri memberlakukan Darurat Militer di Aceh, Nazar bersama tahanan politik GAM dibuang ke Pulau Jawa, tepatnya di Penjara Lowokwaru, Malang, Jawa Timur. Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonisnya 5 tahun penjara.

Tahun 2006, dalam suasana Pilkada 2006, Tgk Bakhtiar Abdullah masih terkagum-kagum dengan sosok Muhammad Nazar. Menurutnya, Muhammad Nazar adalah seorang pemuda yang kharismatik, yang dikenali bukan saja oleh golongan intelektual, melainkan juga golongan politik atas prinsip memperjuangkan demokrasi di Aceh. “Walaupun beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan, beliau tak pernah bergeser dari prinsip perjuangan demokrasi untuk mengubah nasib Aceh,” kata Bakhtiar Abdullah, Biro Penerangan GAM di Swedia.

Kepemimpinan Muhammad Nazar, lanjut salah seorang juru runding GAM ini, bukan saja dalam bidang politik, melainkan juga dalam hal agama. “Kemampuan ilmu agamanya sudah tak bisa diragukan lagi. Nazar juga seorang public figure yang sering tersenyum, sederhana dalam hidupnya.” sebutnya.

SIAPA sebenarnya Muhammad Nazar? Namanya nyaris tak dikenal publik Aceh, nasional dan internasional sebelum Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau (KOMPAS) yang digelar pada 31 Januari-4 Februari 1999. Kongres itu sendiri terselenggara setelah aksi demonstrasi di kota-kota besar di Aceh, Medan, Jakarta dan luar negeri yang difasilitasi Koalisi Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh (KARMA) dan Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN). Menurut panitia, KOMPAS diikuti tak kurang dari 116 lembaga mahasiswa, santri, pemuda, pelajar, district organization, pressure groups dan lembaga solidaritas masyarakat Aceh baik di Aceh maupun di luar negeri.

Kongres ini secara resmi merekomendasikan dua hal penting: Pertama, referendum dengan dua opsi, merdeka atau bergabung dengan Republik Indonesia. Kedua, mendirikan Sentral Informasi Referendum Acheh (SIRA) sebagai lembaga independen yang bertugas mengorganisir informasi dan perjuangan penentuan nasib sendiri melalui referendum damai.

Sesuai mandat KOMPAS, Muhammad Nazar diserahi tanggung jawab sebagai Koordinator Pusat Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA). Dia dibantu sejumlah anggota presidium SIRA. Tugas SIRA saat itu adalah mengorganisir dan sosialisasi perjuangan referendum hingga ke kampung-kampung. Hasilnya, tak lebih dari tiga bulan, histeria referendum bergema di seluruh Aceh. Sepanjang jalan Banda Aceh-Media, dipenuhi grafiti, spanduk, dan baliho referendum. Spanduk referendum juga dipasang di setiap simpang masuk ke perkampungan penduduk.

Kampanye referendum yang dilakukan Muhammad Nazar dari SIRA dan aktivis dari berbagai elemen gerakan mahasiswa cukup efektif. Dukungan pun mengalir, tak hanya dari masyarakat biasa, melainkan dari ulama, akademisi, anggota dewan dan pemerintahan kabupaten/kota.

DPRD Aceh Selatan, misalnya, mengeluarkan pernyataan secara terbuka mendukung gerakan referendum yang disuarakan para mahasiswa. (Serambi Indonesia, 1 November 1999). Sementara Bupati Aceh Tengah, H. Mustafa Tamy juga menyatakan dukungannya terhadapa perjuangan mahasiswa dan masyarakat. Tetapi Mustafa meminta agar aksi atau gerakan yang dilakukan masyarakat tidak menjurus kepada aksi-aksi makar yang menimbulkan keresahan. “Kita serahkan yang terbaik bagi rakyat,” kanya seperti dikutip Serambi Indonesia, 2 November 1999.

Dukungan referendum terus mengalir menjelang pelaksanaan Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU MPR) Aceh. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh dan DPRD Aceh menyatakan dukungan terhadap acara yang digelar oleh SIRA tersebut dan meminta masyarakat Aceh Berdoa agar SU MPR berlangsung rukun, aman dan damai. (Serambi, 8 November 1999). Dukungan yang diberikan MUI dan DPRA seperti spirit bagi masyarakat dan mahasiswa karena saat pelaksanaan SU MPR, dua juta masyarakat Aceh menggelorakan referendum di Masjid Rayat Banda Aceh.

Kehadiran massa yang begitu besar juga membuat presiden Gus Dur menyatakan persetujuannya terhadap referendum yang sedang melakukan kunjungan luar negeri ke Kamboja. Malah, Gus Dur menjanjikan pelaksanaan referendum Aceh akan digelar 7 bulan lagi. (Serambi, 17 November 1999).

Gerakan yang dilakukan SIRA juga mendapat dukungan dari Gerakan Aceh Merdeka. Pemimpin GAM Teungku Hasan Tiro (kini Alm) bahkan mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) segera menggelar referendum di Aceh untuk menentukan nasib rakyat Aceh, bergabung dengan Indonesia atau merdeka. Dukungan pendiri GAM ini sebenarnya sudah pernah dinyatakan oleh Panglima GAM Tgk Abdullah Syafie. “Yang pasti seluruh rakyat Aceh menuntut merdeka. Namun, caranya yang berbeda-beda.” (Serambi, 10 November 1999).

Begitulah sepak terjang Muhammad Nazar. Namanya cukup tenar, seperti kata referendum sendiri. Dia dianggap mampu mengembalikan martabat dan marwah rakyat Aceh. Kekuatan itu pula yang mendongkrak karirnya di kemudian hari. Tuahnya sebagai pejuang referendum mengantarkan diri menduduk posisi Wakil Gubernur Aceh berpasangan dengan Irwandi Yusuf.

KINI, dalam Pilkada 2011, Muhammad Nazar menguji keberuntungan dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh, tak lagi berpasangan dengan Irwandi. Peluang Ketua Dewan Presidium SIRA yang kini Ketua Majelis Tinggi Partai SIRA ini cukup besar. Sejumlah lembaga survei, menempatkan Muhammad Nazar sebagai calon kuat dengan elektabilitas paling tinggi.

Survei Lembaga Penelitian Nusantara (LPN) yang melakukan survei sejak November-Desember 2010, Muhammad Nazar memperoleh persentase tertinggi dengan 38,84 persen dari total 345 pemberi informasi/responden, Irwandi Yusuf (12,48 persen) dan calon lain di bawah 10 persen.

Sementara Survei Occidental Research Institute (ORI) juga menempatkan Muhammad Nazar sebagai pemenang dengan memperoleh 45 persen dari 12.755 responden, diikuti Irwandi Yusuf menempati urutan kedua dengan 33 persen responden. Sementara calon lain jauh di bawah mereka.

Hasil survei ORI ini tak jauh berbeda dengan survei yang dilakukan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) di 23 Kabupaten/Kota di Aceh. Sebanyak 42 persen responden yang disurvei memilih Nazar sebagai calon gubernur mendatang. Sedangkan Gubernur Irwandi Yusuf meraih 31 persen suara.

Awal Mei lalu, saya menemui Muhammad Nazar di rumahnya di kawasan Blang Padang, Banda Aceh. Dia banyak bercerita soal perkembangan mutakhir Aceh, dari kisruh Independen hingga soal investor. Dia juga bercerita kenapa mau kembali bertarung memperebutkan kursi nomor satu Aceh, berpisah dengan Irwandi Yusuf. Tak hanya itu, suami Muhammad Nazar ini menceritakan pengalamannya saat bertemu pertama kali dengan Teungku Hasan Tiro di Stockholm, Sweden, awal 2000.

“Wali sering berbicara bahasa Inggris dengan saya,” katanya. Wali, lanjut dia, senang bertemu dengan anak muda yang gigih memperjuangkan nasib Aceh. Saat itu, hubungan antara SIRA dan GAM masih akur. Hubungan tersebut memburuk setelah Pilkada 2006. Penyebabnya, karena dia dan Irwandi Yusuf maju sendiri sebagai calon gubernur/wakil gubernur dan tak mau mendukung Humam Hamid-Hasbi Abdullah.

Menurut Muhammad Nazar, apa yang dilakukan dia tidak salah. Dia ikut peunutoh Wali Neugara Hasan Tiro.

“Hareum ikot peunutoh yang salah meski nyan diteubit dari babah pimpinan.” Kalimat itu, katanya tercetak di pintu rumah Wali Neugara Hasan Tiro di Sweden. Kalimat magis ini masih diingatnya sampai sekarang. Padahal, dia membacanya hampir 10 tahun yang lalu.

Wali, begitu anggota GAM di lapangan menyapa Hasan Tiro, tak ingin peristiwa saat Sultan Aceh menyerah ke Belanda terulang kembali. Bahwa meski seorang pimpinan sudah ditawan atau menyerah, kita tak harus mengikuti perintahnnya lagi apalagi jika perintah itu tidak benar.[]



C U R R I C U L U M V I T A E

N a m a : Muhammad Nazar
Tempat/Tgl Lahir : Ulim, 1 Juli 1973
Alamat Asal : Jl. Flamboyan II no 4 Lampulo Banda Aceh
Alamat Sekarang : Jl. Cendana I No. 2 G Jeulingke Banda Aceh
Status : Kawin, punya 1 putra, 1 putri


PENDIDIKAN
  • Madrasah Ibtidaiyah Tanjong Ulim- Pidie, tamat 1986
  • Madrasah Tsanawiyah Ulee Gle-Bandar Dua, Pidie tamat 1989
  • Madrasah Aliyah Ulim, Pidie, tamat 1992
  • IAIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh, tamat 1997
  • Program Non Gelar Sarjana Purna Ulama IAIN Ar Raniry, tamat 1998


PENDIDIKAN NON FORMAL
  • Dayah Salafiah Darul Mu’alla Ulim Pidie 1986 – 1990
  • Dayah Salafiah Babussalam Ulim Pidie 1990-1992


PENGALAMAN ORGANISASI & PERGERAKAN SIPIL
  • Pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Adab IAIN Ar Raniry 1993 – 1994
  • Pengurus Senat Mahasiswa Istitut IAIN Ar Raniry 1994 -1995
  • Pengurus Fokusgampi 1994 – 1996, dan Dewan Presidium Fokusgampi 1999 – 2000
  • Pendiri dan Pengurus Angkatan Intelektual Muda Darussalam 1998 – 1999
  • Ketua Dewan Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) 1999 – sekarang


PENGALAMAN KERJA:
  • Asisten Dosen di IAIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh 1986 – 1999
  • Staf Pengajar dan staf keuangan pada Lembaga Bahasa dan Pengembangan Tenaga Pengajar IAIN Ar Raniry 1997 – 1999


TRAINING, SEMINAR DAN KONFERENSI
  • Peserta dan Narasumber International Conference on Aceh, Bangkok Thailand tahun 1999
  • Pemateri/Narasumber Kuliah Umum Tentang Pemerintahan Lokal yang dilaksanakan oleh Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta 1999
  • Pemateri/Narasumber pada Workshop Persiapan Proses Perdamaian Aceh yang dilaksanakan oleh Henry Dunant Centre di Jakarta 1999
  • Peserta Human Rights and Diplomatic Training, Bangkok Thailand Tahun 1999
  • Pemateri/Narasumber Seminar Nasional Mencari Format Ideal Masa Depan Aceh, Jakarta 2000
  • Peserta dan Nara Sumber Human Rights and Conflict Resolution Training, Netherland Belanda Tahun 2000
  • Pemateri dalam International Conference on South East Asia, Helsinki Finlandia Tahun 2000
  • Peserta dan Nara sumber Democratization and Local Governance, Helsinki Finlandia tahun 2000
  • Peserta dan Pemateri Peace and Human Rights Training, Singapore 2000
  • Peserta Diplomatic and Speaking Tour Program, Amerika Serikat tahun 2001
  • Peserta dan Pemateri Diplomatic and Political Training, Kuala Lumpur Malasyia 2002
  • Peserta Training on Politics and Government, Stocholm Swedia 2005 dan 2006
  • Peserta dan Pemateri pada Asia Europe Forum yang diadakan oleh Departement Luar Negeri Finlandia, Helsinki 2006


BAHASA YANG DIKUASAI
  • Bahasa Aceh
  • Bahasa Melayu / Indonesia
  • Bahasa Arab
  • Bahasa Inggris


KETRAMPILAN TEKNOLOGI
  • Komputer
  • Multimedia
  • Informasi Teknologi


PENGALAMAN SOSIAL LAINNYA
  • Sering ditangkap polisi ketika memimpin dan ikut aksi demontrasi damai untuk Aceh
  • Menjadi Tahanan Politik 2000 – 2001
  • Menjadi Tahanan Politik 2003 – 2005


MOTTO
Janganlah berjuang karena dendam tetapi bebaskan dan damaikan untuk kemanusiaan, keadilan serta peradaban.

---
Source: muhammadnazarcenter.com

Share

Follow Us on Twitter Delicious Be our fan on Facebook Digg Subscribe to our RSS Feed Favorites