Perjuangan mengembalikan Harkat & Martabat Rakyat Aceh belum usai, episode perjuangan masih menanti kita & semakin berat tatkala titisan darah pejuang yang mengalir dalam pribadi-pribadi Aneuk Nanggroe, hanya tersia-siakan & bahkan nyaris salah kaprah kerana melebihpentingkan ambisi pribadinya dengan teramat sering mengabaikan keterlibatan para pihak yang berkenaan & masyarakat dalam proses pembangunan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sunday, June 5, 2011

Saat Jakarta Bermain “Api”

RPP Sabang sempat menuai protes. Itu disebabkan “ulah” Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Lembaga negara ini dituding “menganulir” sembilan pasal. Jakarta bermain “api”.
Juli Saidi, Rabu 25 Agustus 2010


TAK ada asap kalau tidak ada api. Agaknya, prinsip ini disadari benar Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, terkait pembatalan sejumlah pasal yang terkandung dalam Rencangan Peraturan Pemerintah (RPP), tentang pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS). Akibatnya, polemik pun bermunculan.

Bak dihantam angin puting beliung. Di Aceh, masalah ini menuai berbagai protes. Tapi, entah karena alasan tak mau berlama-lama, atas restu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Wakil Gubernur Muhammad Nazar, seketika terbang ke Jakarta dan menemui Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo. Hasilnya, jalan yang semula diperkirakan rumit dan penuh liku, ternyata mulus.

Success story yang ditempuh Muhammad Nazar, membuat sebagian aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh memberi acungan jempol terhadap orang nomor dua ini. Lihat saja, berbagai puja-puji dan dukungan moral muncul melalui pesan singkat (SMS) dan jejaring sosial facebook. Termasuk, menjemput secara khusus mantan Ketua Presidium Sentral Informasi Rakyat Aceh (SIRA) ini, di Bandara Internasiona Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.

Yang menarik, tak kurang dari sepekan, masalah ini menjadi buah bibir di sejumlah warung kopi di Banda Aceh. Sempat muncul pernyataan: Andai saja Wagub Muhammad Nazar tak menjemput bola, bisa jadi masa depan Sabang tak jelas nasibnya. Lalu, mengarah ke soal Pilkada, 2011 mendatang. Muhammad Nazar bahkan mulai digadang-gadang untuk maju sebagai orang nomor satu Aceh.

Sebaliknya, andai saja bukan karena Kementerian Keuangan tidak mengakomodir semua pasal yang telah disepakati, 23 Desember 2009 lalu. Bisa jadi, dukungan moral terhadap Wagub Muhammad Nazar, tak mengalir begitu deras. Tapi apa lacur, nasi hampir saja jadi bubur. Padahal, semua Kementerian sudah sepakat. Kabarnya Menteri Dalam Negeri, Gunawan Fauzi, sudah membubuhi paraf sebagai tanda setuju.

Begitupun, sistem hukum dan aturan di negeri ini, tak selamanya sejalan dari hilir ke hulu. Meskipun RPP Sabang telah diserahkan kepada Kementeriaan Keuangan-setelah ada kesepakatan final pada tanggal 23 Desember 2009 lalu. Tapi, sempat enam bulan mengendap di lembaga negara ini. Terakhir, muncul kabar, kementerian itu menganulir sejumlah pasal yang ada di RPP tadi.

RPP itu kemudian dikirim kembali ke Pemerintah Aceh oleh Menteri Dalam Negeri, 10 Agustus 2010. Surat Menteri Keuangan (Menkeu), yang ditandangani Agus D.W. Martowardojo, tertanggal 20 Juli 2010, nomor S-343/MK.01/2010, menyampaikan tanggapan Menkeu terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Sabang untuk dikaji ulang.

Seketika itu juga, Pemerintah Aceh membaca surat tadi. Bayangkan, dari 17 Pasal yang menjelaskan RPP Sabang, tujuh pasal diantaranya dianulir Menkeu. Ditambah dua pasal di bidang lain. Pasal RPP Sabang yang dianulir itu salah satunya pasal 17, yang membicarakan kewenangan pengelolaan aset yang sudah dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negera (BUMN). “Di RPP Sabang ada 7 pasal yang dianulir Kementerian Keuangan dan dua pasal dibidang lainnya,” kata Staf Ahli Pemerintah Aceh, M. Jakfar, SH, M, Hum, kepada media ini, Sabtu 21 Agustus lalu.

Itu sebabnya, kata Jakfar, Rabu dua pekan lalu, Sekretaris Daerah Aceh (Sekda), Husni Bahri TOB, Walikota Sabang, Munawarliza Zainal, Biro Hukum dan Humas, Makmur Ibrahim, SH, staf ahli Gubernur Aceh, Mawardi Ismail, dan M Jafar, SH, menuju ke Jakarta. Tujuannya, mengkomplin dari coretan Kementerian Keuangan. Sebab, RPP Sabang sudah disepakati dan final. “Rabu 11 Agustus Sekda dan juga saya berangkat ke Jakarta,” kata Jakfar, Sabtu pekan lalu di rumahnya, Beurawe, Banda Aceh.

Kamis, 12 Agustus, tim berangkat ke Jakarta dan mengadakan pertemuan di Kantor Menteri Dalam Negeri. “Kami mempertanyakan, kenapa pasal-pasal yang sudah disepakati Desember lalu, kemudian tidak disepakati lagi oleh Kementerian Keungan. Padahal, 17 pasal yang langsung berkaitan dengan RPP Sabang sudah final,” ungkap Jakfar.

Usai pertemuan kata Jakfar, mereka mengadakan konferensi pers. Alasannya, Kementerian Keuangan telah mengubah dari kesepakatan yang sudah diambil. Perubahan itu kata Jakfar, terancam RPP harus dimulai dari nol.

Kecewa? Begitulah adanya. Sebab, sesuai dengan janji Pemerintah Pusat, berdasarkan pasal 170 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh. PP sudah harus dikelurkan selambat-lambatnya enam bulan sejak Undang-Undang itu diundangkan. “Seharusnya, 1 Februari 2007, sudah dikeluarkan PP tersebut, dan sampai saat ini sudah terlambat tiga tahun, enam bulan,” kata Sekda Aceh Husni Bahri TOB, Kamis dua pekan lalu di Jakarta.

Persis, 23 Desember 2009, rapat terakhir dengan semua menteri digelar. Hasilnya, kata Jakfar draf yang disebut draf harmonisasi, karena menghamonisasikan dengan peraturan perundangan-undangan lainnya, dinyatakan sudah final. “Ketika itu semuanya sudah sepakat, tapi kenapa kemudian dianulir oleh Menkeu,” jelas Jakfar mengenang.

Nah, perubahan RPP tentu saja dinilai tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan Undang-Undang Nomor: 37 tahun 2000. Padahal RPP itu dibuat untuk melaksanakan ketentuan khusus UU Nomor: 37 Tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor: 2 tahun 2000, tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas Sabang, menjadi UU, dan UU Nomor: 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Sementara dalam usul Kementerian Keuangan, Pemerintah Aceh, hanya mengunakan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum dan sektoral sebagai landasan pengkajian.

Bisa jadi, karena trik dan intrik pemerintah pusat yang terkesan “main api”. Anggota DKS, Munawarliza Zainal yang juga Walikota Sabang menilai, pemerintah Jakarta tidak konsisten dengan janji yang telah disepakati sebelumnya. Munawar mengaku kecewa. “Kami atas nama masyarakat Sabang dan Pemerintah Aceh kecewa atas sikap Menkeu, rakyat merasa ditipu,” katanya kepada wartawan.

Benarkah? Inilah yang jadi soal. Jumat dua pekan lalu, respon susulan muncul dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Amir Helmi, SH. Menurut Amir Helmi pemerintah pusat tidak komit dan iklas memberikan status Sabang berstatus sebagai daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Aceh.

Sekedar mengingkatkan saja. Sabang ditetapkan sebagai Zona Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas pada tahun 2000, melalui UU Nomor 37 tahun 2000, tentang Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk wilayah Indonesia Bagian Barat. Keputusan ini merupakan salah satu dari sembilan keputusan politik dan janji yang disepakati pemerintah pusat kepada Aceh, guna menyelesaikan konflik.

Kemudian, setelah petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyepakati damai dengan Pemerintah RI, 15 Agustus 2005 di Helsinki Fitlandia, yang ditindaklanjuti lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Maka, status Sabang sebagai Zona Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas juga dijelaskan dalam UUPA tersebut.

Menariknya, setelah mendapat protes dari berbagai kalangan pejabat di Aceh dan wakil rakyat Aceh di Jakarta. Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar akhirnya menyatakan “sikap”, Sabtu, dua pekan lalu itu untuk bertemu langsung dengan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyon (SBY). Agenda Wagub saat itu, menyampaikan perkembangan terakhir, dari sejumlah PP dan Perpres yang diduga masih belum menguntungkan Aceh dan UUPA.

Penyampaian protes Nazar tadi, disampaikan kepada SBY pada acara pramuka di Cibubur, Jakarta. Sabtu, dua pekan lalu. Lalu, dilanjutkan dengan Menkeu, Agus D.W Martotadojo serta jajaranya.

Dari pertemuan itu, dapat dicapai kesepakatan bahwa: RPP tentang pelimpahan Kewenangan kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS) harus mengacu dan dikembalikan, sesuai dengan UUPA dan UU nomor 37 tahun 2000 tentang Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang. “Pertemuan informal itu sudah ada kesepakatan untuk tetap menggunakan UUPA sebagai landasan RPP Sabang,” jelas Jakfar.

Nah, keberhasilan Wagub Muhammad Nazar mengembalikan fungsi RPP tadi, mendapat respon positif. Salah satunya dari Ketua Forum Bersama (Forbes) anggota DPR/DPD RI asal Aceh, M. Nasir Jamil. Nasir menyambut positif kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan Wagub Aceh dan Menkeu.

Saat kembali ke Aceh, di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Wagub disambut Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) dan Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk H Faisal Ali bersama Tgk Bulqaini. Tak hanya itu, pada prosesi penyambutan juga hadir tiga anggota DPRA: Yunus Ilyas, Ibnu Rusdi (dari Partai Demokrat), dan Muslem Ayub dari Partai Amanat Nasional (PAN) serta Ketua Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), M Taufik Abda. Termasuk, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh, Ihsanuddin MZ, dan Ketua Dewan Pengurus Forum Pemantauan Pembangunan dan Perdamaian Aceh (FP3-A), T Banta Syahrizal.

Namun, tak sampai sepekan dan rasa lelah Wagub Muhammad Nzar pulih, berbagai nada miring seputar penyambutan di Bandara SIM, mencuat. Ada pihak menilai, penyambutan tadi tidak tepat dan terlalu berlebihan. Kemudian, masalah ini menyerempet kemana-mana, termasuk tudingan adanya rekayasa pencitraan yang berlebihan, yang sedang dimainkan tim sukses Muhammad Nazar untuk menuju kursi orang nomor satu Aceh pada Pilkada mendatang. “Torobosan Wagub itu bagus, tapi dengan adanya penyambutan di Bandara SIM saya kira kurang tepat, karena memang sudah menjadi kewajiban Guberbur dan Wakil Gubernur untuk membangun dan mengisi UUPA,” kata salah seorang tokoh Aceh yang dikenal dekat dengan Gubernur Irwandi Yusuf.***


Source: http://www.modusaceh.com/html/read/utama/2836/saat_jakarta_bermain_"api".html/

ModusAceh | ModusAceh | ModusAceh | ModusAceh

Share

Follow Us on Twitter Delicious Be our fan on Facebook Digg Subscribe to our RSS Feed Favorites